Selasa, 16 Oktober 2012
Kamis, 12 Juli 2012
Mengebor Bensin di Kebun Singkong
Tujuh tahun terakhir Zaenai Arifin rutin mengolah 1,5 ton
singkong segar per hari menjadi keripik. Hasilnya 600kg keripik iajuaike
beberapa daerah di Pulau Jawa, Bali, dan Lampung. Selain keripik, singkong juga
sering diolah menjadi tapai. Begitulah secara turun-temurun anggota famili
Euphorbiaceae itu dimanfaatkan. Namun, setahun terakhir singkong juga mengisi
tangki-tangki motor dan mobil. Kendaraan itu melaju dengan bahan bakar singkong.
Singkong diolah menjadi bioetanol, pengganti premium.
Menurut Dr Ir Tatang H Soerawidjaja,
dari Tcknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB), singkong salah satu sumber
pati. Pati senyawa karbohidrat kompleks. Sebelum difermentasi, pati diubah
menjadi glukosa, karbohidrat yang lebih sederhana.
Untuk mengurai pati, perlu bantuan cendawan Aspergillus
sp. Cendawan itu menghasilkan enzim alfamilase
dan gliikoamilase yang berperan
mengurai pati menjadi glukosa alias gula sederhana. Setelah menjadi gula, bam
difermentasi menjadi etanol.
Lalu bagaimana cara mengolah singkong menjadi etanol?
Berikut Langkah-langkah pembuatan bioetanol berbahan singkong yang dilerapkan
Tatang H Soerawidjaja. Pengolahan berikut ini berkapasitas 10 liter per hari.
1. Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis dapal
dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil.
2. Keringkan singkong yang telah dicacah hingga
kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang dikeringkan menjadi gaplek.
Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan
bahan baku
3. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless
si eel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100
liter. Panaskan gaplek hingga 100"C selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek
sampai menjadi bubur dan mengental.
4. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam
langki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi
glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati
menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong. perlu 10 liter
larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan
mencapai 100-juta sel/ml. Sebclum digunakan, Aspergilhis dikuhurkan pada bubur
gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek.
Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati
5 . Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2
lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu,
lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi pastikan
kadar gula larutan pati maksimal 17—18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang
disukai bakteri Saccharomyces unluk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi
alkohol. Jika kadar gula lebth tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang
diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar
gula maksimum.
6. Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah
kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal.
Fermentasi berlangsung anaerob alias tidak membutuhkan oksigen. Agar fermentasi
optimal, jaga suhu pada 28—32"C dan pH 4,5—5,5.
7. Setelah 2—3 hari, larutan pati berubah menjadi 3
lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol.
Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6—12% etanol.
. 8. Sedot larutan etanol dengan selang plastik
melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein.
9. Meski telah disaring, etanol masih bercampurair.
Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air
dan etanol pada suhu 78"C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu
etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 100°C. Uap etanol
dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali
menjadi etanol cair.
1 10. Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak
dapat larut dalam bensin. Agar larul, diperlukan etanol berkadar 99% atau
disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95%
itu dipanaskan 100"C. Pada suhu ilu, etanol dan air menguap. Uap keduanya
kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati.
Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap
dieampur denganbensin. Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120— 130 lifer bir
yang dihasilkan dari 25 kg gaplek
KONSEP DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
Oleh: Dr. Eddi Suprayitno
Pendahuluan
Ada lima syarat
mutlak yang harus dipenuhi agar pembangunan pertanian dapat terjadi, yaitu :
(1)adanya pasar bagi produk-produk agribisnis, (2) teknologi yang senantiasa
berubah, (3) tersedianya sarana dan peralatan produksi secara lokal, (4) adanya
perangsang produksi bagi produsen, dan (5) adanya fasilitas transportasi
(Mosher, 1966). Jelas bahwa “teknologi yang senantiasa berubah” merupakan salah
satu syarat mutlak yang harus dipenuhi agar sektor pertanian dapat berkembang.
Tanpa terjadinya perubahan teknologi secara terus menerus, pembangunan
pertanian akan terhambat, walaupun keempat syarat mutlak lainnya telah
terpenuhi.
Pengembangan Agribisnis
Dalam konteks
agribisnis, yang lingkupnya lebih luas daripada aktivitas produksi pertanian
primer, teknologi dapat didefinisikan sebagai “metode baru” yang digunakan
untuk memproduksi hasil pertanian primer, mengolah hasil pertanian primer,
menyimpan dan mengangkut produk-produk agribisnis yang dihasilkan. Pengertian
“baru” di sini adalah baru bagi pihak tertentu karena metode itu mungkin telah
digunakan oleh pihak lain. Yang penting adalah bahwa suatu teknologi baru harus
memberikan manfaat yang makin besar bagi aktivitas agribisnis.
Teknologi baru
itu diciptakan melalui kegiatan penelitian, baik dalam rangka perbaikan atau
pembaharuan dari teknologi yang sudah ada (technology innovation) sehingga
mempunyai keunggulan lebih banyak, atau suatu penemuan teknologi yang sama
sekali baru (technology invention). Sumber sumber teknologi yang akan
diperbaharui bisa petani atau pengguna lainnya, mendatangkan dari daerah-daerah
atau negara-negara lain atau penelitian-penelitian yang terarah (purposeful
research). Dalam hal ini, penelitian dan pengkajian merupakan kegiatan
verifikasi dari metode-metode paling produktif yang digunakan oleh pengguna di
suatu daerah atau negara lain.
Agribisnis
didefinisikan pertama kali oleh David dan Golberg (1957) sebagai berikut :
“Agribusiness is the sum total of all operations involved in the manufacture
and all distribution of farm supplies; production activities on the farm; and
the storage, processing and distribution of farm commodities and items made
from them”.
Dari definisi
tersebut dapat ditarik beberapa pengertian tentang agribisnis pertanian dalam
arti luas. Pertama, jenis kegiatan usaha, yaitu yang berkaitan dengan
pertanian. Agribisnis mencakup kegiatan produksi pertanian primer atau umum
dikenal sebagai kegiatan usahatani, serta kegiatan terkait dalam spektrum luas,
yaitu produksi dan distribusi input pertanian, penyimpanan, pengolahan dan
distribusi komoditi pertanian berikut produk-produk turunannya serta pembiayaan
usaha-usaha tersebut. Namun kiranya patut dicatat bahwa usaha inti dari setiap
bidang usaha agribisnis tersebut ialah usaha produk pertanian primer atau
usahatani. Pabrik pupuk ada karena ada usahatani yang membutuhkan pupuk.
Agroindustri ada karena ada produk pertanian yang menghasilkan bahan baku
pabrik agroindustri tersebut. Agribisnis dapat pula disebut sebagai usaha
pertanian, kegiatan usaha berkaitan dengan pertanian.
Kedua,
agribisnis mengacu pada sifat atau orientasi usaha pertanian sebagai usaha
komersial yang mengejar laba. Usaha pertanian berorientasi pasar. Usaha
pertanian yang bersifat subsisten (memenuhi kebutuhan sendiri) atau hobi tidak
termasuk agribisnis. Usahatani, termasuk usahatani keluarga, skala kecil, tidak
berorientasi memaksimalkan volume produksi, tetapi mengoptimalkan perolehan
laba. Tambahan laba merupakan motivasi utama dalam mengadopsi suatu teknologi
baru. Oleh karena itu, tambahan laba (marjinal benefit) dan penurunan biaya
(marjinal cost) merupakan dua kriteria ekonomi teknologi unggul.
Ketiga, usaha
agribisnis bersifat otonom. Sebagai suatu perusahaan komersial, agribisnis
dikelola secara bebas oleh pemiliknya dan sebesar-besarnya untuk kepentingan
pemilik tersebut. Petani, misalnya, bebas dalam memilih komoditas, teknologi
dan penggunaan sarana maupun prasarana usahatani yang digunakan. Prinsip ini
merupakan syarat mutlak bagi suatu perusahaan komersial privat. Di Indonesia,
kebebasan petani telah dikukuhkan secara yuridis, yaitu melalui Undang-undang
Sistem Budidaya Tanaman. Ini berarti, pemerintah atau pihak manapun tidak boleh
memaksa petani untuk menanam komoditas tertentu atau menggunakan input maupun
teknologi tertentu, sepanjang hal itu tidak dilarang oleh peraturan hukum. Jika
demi kepentingan umum, pemerintah mengharuskan petani menanam komoditas
tertentu atau menggunakan teknologi tertentu, maka petani berhak memperoleh
kompensasi atas kerugian yang ditimbulkannya.
Keempat, masalah
usahatani bersifat sistemik, tidak hanya terletak pada usahatani (on-farm)
melainkan juga bahkan kerap lebih banyak di luar usahatani (off-farm). Masalah
pembangunan pertanian haruslah didiagnosa dan diatasi berdasarkan pendakatan
sistem. Usahatani hendaklah dipandang sebagai inti dari suatu sistem agribisnis
berbasis komoditas yang dihasilkan oleh usahatani tersebut. Setiap komponen
usaha dalam sistim agribisnis tersebut turut berpengaruh terhadap keragaan
usahatani. Sebagai contoh, gejala perlambatan perkembangan usahatani padi,
boleh jadi merupakan akibat dari gejala saturasi inovasi teknologi usahatani
padi yang merupakan fungsi dari komponen Litbang Pertanian. Dari contoh ini
jelas kiranya bahwa fungsi Litbang teknologi Pertanian merupakan salah satu
komponen esensial sistim agribisnis.
Kelima,
agribisnis sebagai paradigma pembangunan. Setiap komponen agribisnis dipandang
sebagai sebuah sistem yang terpadu secara vertikal mulai dari pengadaan input
pertanian sampai dengan distribusi produk-produk pertanian ke tangan konsumen
akhir. Dengan kata lain, agribisnis harus dikelola secara “integratif”. Ini
merupakan sebuah paradigma baru dalam pembangunan sektor pertanian di
Indonesia. Sebagai faktor pemadu (the coordinating factor) adalah pasar.
Sebagaimana dikemukakan oleh Mosher (1966), adanya pasar bagi produk-produk
pertanian merupakan syarat pertama yang harus dipenuhi agar pembangunan
pertanian dapat berjalan. Oleh karena itu, semua kegiatan agribisnis mulai dari
yang paling hilir sampai dengan yang paling hulu harus diarahkan untuk memenuhi
permintaan pasar, baik dari segi ketepatan kuantitas, kualitas maupun waktu.
Penutup
Para pendidik di bidang pertanian dan sosial ekonomi
mempunyai kontribusi besar dalam pengembangan agribisnis. Dunia pendidikan formal
yang menciptakan manusia terampil dan berpengetahuan luas yang diperlukan oleh
pemerintah dan perusahaan, maupun pendidikan non-formal yang memberikan bekal
ketrampilan dan pengetahuan kepada para petani dan pelaku agribisnis lainnya
sangat dibutuhkan. Dengan meningkatnya kompetisi antar pelaku bisnis dan antar
negara, produk- produk yang dihasilkan tidak hanya didasarkan atas sumberdaya
yang ada (resource base), tetapi yang lebih penting didasarkan atas ilmu
pengetahuan (knowledge base). Kegiatan pendidikan dapat dilaksanakan oleh
pemerintah dan swasta, termasuk LSM.
Langganan:
Postingan (Atom)